PLUTO yang juga dikenal dengan nama Pluto 134340 adalah
sebuah planet kerdil dalam sistem Tata
Surya Bimasakti. Letak Pluto berada dalam sebuah wilayah terluar Tata
Surya yang bernama Sabuk Kuiper. Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk
wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1
Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta
kilometer) dari Matahari. Pluto memiliki orbit yang unik saat mengelilingi
matahari, orbitnya berbentuk melonjong dan kisaran jaraknya sekitar 4,4 - 7,4
miliar km dari Matahari. Berbeda dengan planet-planet lainnya di Tata Surya,
Pluto cenderung bergerak mendekati Matahari saat melakukan perjalanan orbit.
Akibatnya, terkadang Pluto berjarak lebih dekat dengan Matahari (atau Bumi)
daripada Neptunus.
Di antara obyek-obyek yang ada dalam Tata Surya, Pluto
adalah yang terkecil baik dalam ukuran maupun jumlah masa. Pluto bahkan lebih
kecil daripada 7 bulan di tata surya, (Bulan, Io, Europa, Ganymede, Calisto,
Titan, dan Triton). Pluto memiliki diameter 4.862 km dan memiliki massa 0,002
massa Bumi. Periode rotasi Pluto adalah 6,39 hari, sedangkan periode revolusi
adalah 248,4 tahun. Bentuk Pluto mirip dengan Bulan dengan atmosfer yang
mengandung metan. Suhu permukaan Pluto berkisar -233o Celsius sampai
dengan-223o Celsius, sehingga sebagian besar berwujud es. Seperti sejumlah
planet Tata Surya lain, Pluto juga mempunyai beberapa bulan/satelit yang
mengitarinya. Bulan-bulan itu adalah: Charon (ditemukan oleh astronom James Christy
pada tahun 1978), Nix dan Hydra (keduanya ditemukan pada tahun 2005)
Penemuan Pluto
Proses penemuan Pluto sebenarnya diawali dengan kekeliruan
interpretasi sejumlah astronom yang mendapati adanya kekacauan dalam orbit
Uranus. Semula mereka berasumsi bahwa Neptunuslah yang mengacaukan orbit Uranus
karena tarikan gravitasinya. Di akhir abad 19, setelah melakukan observasi
lanjutan, para astronom berpendapat bahwa ada planet lain selain Neptunus yang
mengganggu orbit Uranus.
Pada tahun 1905 seorang astronom AS, Percival Lowell,
memulai proyek pencarian planet ke-sembilan dalam sistem Tata Surya. Lowell
bersama rekannya, William H. Pickering, mengajukan beberapa konsep koordinat
planet ke-sembilan dalam Tata Surya yang mereka namakan “Planet X”. Lowell meninggal
pada tahun 1916, akan tetapi proyek pencariannya tetap dilanjutkan. Nama Lowell
diabadikan sebagai nama observatorium yang didirikannya pada tahun 1894.
Pada bulan Januari 1930, Clyde Tombaugh, seorang peneliti
yang juga anggota tim proyek pencarian planet ke-sembilan dalam Tata Surya di
Observatorium Lowell, berhasil mencitrakan beberapa pergerakan sebuah obyek
misterius di luar angkasa. Tim peneliti dalam proyek tersebut berkesimpulan
bahwa obyek luar angkasa itu adalah sebuah planet dan untuk memastikannya
mereka kemudian mengirim hasil pencitraan obyek luar angkasa itu ke
Observatorium Harvard College untuk diteliti lebih lanjut.
Setelah dipastikan bahwa obyek yang ditemukan itu adalah
sebuah planet, Tombaugh dan ketua tim peneliti, Vesto Melvin Slipher, menggelar
sayembara untuk mencarikan nama bagi planet ke-sembilan itu. Nama Pluto
dicetuskan oleh Venetia Burney, seorang anak perempuan umur sebelas tahun asal
Oxford, Inggris. Venetia yang gemar mempelajari mitologi Yunani Kuno dan
astronomi pertama kali mengusulkan nama ini pada kakeknya, Falconer Madan,
mantan pustakawan di Universitas Oxford, Inggris. Madan kemudian meneruskan
usul cucunya ini pada Profesor Herbert Hall Turner yang kemudian meneruskannya
lagi pada rekan-rekannya di Amerika.
Setelah melalui proses penyeleksian, pada 24 Maret 1930, tim
peneliti di Observatorium Lowell berembuk untuk menentukan mana di antara 3
nama berikut yang akan dijadikan nama planet baru itu yaitu: “Minerva”,
“Cronus”, dan “Pluto”. Akhirnya, pada 1 Mei 1930, tim memutuskan nama planet
baru itu adalah “Pluto”.
Eksplorasi ke Pluto
Sejauh ini eksplorasi ke Pluto menjadi tantangan besar bagi
sejumlah negara adikuasa yang telah memiliki pesawat ulang-alik luar angkasa.
Bukan hanya karena Pluto berjarak sangat jauh dari bumi namun juga karena Pluto
hanya memiliki massa yang kecil dan suhunya sangat dingin. Hingga penghujung
abad 20 belum ada upaya serius dari negara-negara adikuasa untuk melakukan misi
perjalanan ke Pluto. Bahkan di tahun 2000, Badan Antariksa AS (NASA)
membatalkan misi Pluto Kuiper Express karena alasan dana.
Namun setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya misi
perjalanan ke Pluto dicanangkan kembali oleh pemerintah AS pada 2003. Misi
perjalanan yang menggunakan pesawat tanpa awak ini diberi nama “New Horizons”.
New Horizons telah sukses diluncurkan pada tanggal 19 Januari 2006. Pesawat ini
dilengkapi dengan sejumlah peralatan kendali jarak jauh untuk mengenali citra
geologi dan morfologi Pluto bersama satelitnya, Charon, memetakan komposisi
permukaannya, dan menganalisa atmosfirnya. Selain itu juga New Horizons akan
memotret permukaan Pluto dan Charon. Uniknya, dalam pesawat canggih ini juga
disertakan abu jenazah sang penemu Pluto, Clyde Tombaugh (meninggal tahun
1997). Sayangnya, New Horizons diperkirakan baru akan mendekati orbit Pluto
nanti pada tahun 2015. Setelah itu, barulah para ilmuwan NASA bisa mengungkap
lebih jauh tentang misteri planet ‘mungil’ ini.
Pluto bukan planet?
Bagaimanapun, sejak tahun 2006 Pluto sudah tidak lagi dikategorikan
sebagai planet inti dalam sistem Tata Surya oleh Himpunan Astronomi
Internasional (IAU). Karena sejak penemuannya pada tahun 1930 hingga pada 2006
telah ditemukan sejumlah obyek lain di bagian terluar Tata Surya yang
komposisinya serupa dengan Pluto, salah satunya yaitu Eris yang mempunyai massa
27% lebih padat daripada Pluto. Pluto kini hanya digolongkan dalam
planet-planet minor atau kerdil (dwarf planet) bersama dengan Eris dan Ceres
dan diberi nomor 134340.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar